RSS

Rabu, 03 Maret 2010

Berani Jatuh Cinta

-Asti Latifa Sofi-


Cinta Aktivis Dakwah

Cinta, betapa telah beribu definisi mengutarakannya, betapa telah berjuta lagu menyenandungkan iramanya, betapa telah banyak sinetron picisan yang menayangkannya. Saya tak akan mendefinisikan tentang cinta. Cukup sudah orang berdebat tentang makna cinta. Akan tetapi di sini, saya ingin menyentuh salah satu cinta, cinta antar-aktivis dakwah. Bahkan mungkin kita semua pernah merasakannya.

Ia tidaklah semurah tayangan sinetron atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi saya, dan mungkin Anda, perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang telah Allah tetapkan bagi para pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itu pula yang kemudian mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka, jagalah perasaan itu agar tetap suci dan mensucikan.

Perasaan itu hadir tanpa pernah diundang dan dikehendaki. Ia muncul, menyembul secara tiba-tiba. Jatuh cinta bagi para aktivis dakwah bukanlah perkara yang sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta merupakan gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah kenaikan marhalah pembinaan. Sementara itu, dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukkan kepada sunnah Rasulullah SAW dan jalan meraih keridhaan Allah SWT.

Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Tentu saja, bukan dengan pelegalan istilah “Pacaran Islami” yang diada-adakan itu. Jelaslah di sini bahwa Allah, Rasulullah, dan jihad fii sabiilillah adalah destination yang utama. Jika sudah berada dalam keadaan tersebut, maka menjadi berkahlah perasaannya, berkah cintanya, dan berkah pula amal yang terwujud dalam kerangka cinta tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta itu hanya akan menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan yang lebih berbahaya adalah fitnah bagi dakwah. Karenanyalah, sekali lagi, jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukan perkara yang sederhana. Ada tanggung jawab yang begitu agung di balik perasaan agung ini.

Bagi para akhwat yang terpikirkan sang ketua rohis, atau sang ikhwan yang terus saja membayangkan si kerudung biru, misalnya, di sinilah gharizah an-na’u tengah muncul. Saat itulah cinta ‘lain’ turut menyeruak dari dalam dirinya. Yaitu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yang jelas. Sebabnya adalah terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi para ktivis dakwah, cinta lawan jenis adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, yang tentu saja tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. Bahkan, RA. Kartini pun pernah menarasikan intonasi cinta ini dengan indahnya, “Akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada di samping lelaki yang cakap dan cerdas. Akan lebih banyak kata lagi yang akan meluncur, daripada yang saya usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri…”. Sungguh, betapa perjuangan itu (terutama bagi saya ^_^), tak bisa lepas dari dukungan pasangan hidup.

Cinta bagi aktivis dakwah memiliki dua mata pedang. Satu sisinya menyimpan rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama dan sisi yang lain merupakan gerbang fitnah. Oleh karena itulah, jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Jatuh cinta yang akan menghantarkan kepada keabadian cinta sehingga umat selalu merasakan perpaduan energi cinta ini melalui perjuangan kita bagi kemuliaan Islam.

Mari Deklarasikan Cinta Kita!

Bila selama ini seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadian manusia, maka sudah selayaknya cinta pun mendapat tempat yang utama. Ia memiliki hak untuk dideklarasikan dalam koridor yang bersih dan suci. Dunia telah menyenandungkan serinai hitam-kelamnya cinta. Kerusakan generasi hari ini, tak lain dikarenakan kesalahan penafsiran akan cinta. Betapa cinta selama ini telah menjadi candu dan didewakan, sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja keras dan pengorbanan, serta jembatan sebagai jalan menuju jannah dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat yang spesial.

Narasi “Pacaran setelah Pernikahan” tampak begitu asing bagi masyarakat kita. Sangat sulit orang awam mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.

Maka, di sinilah aktivis dakwah kembali memainkan perannya. Adalah suatu alasan yang sangat penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada Sang Penguasa. Cinta yang menjaga diri dari penyimpangan, penyelewengan, dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang berlaksa. Cinta yang berorientasi bukan sekadar jalan berdua, nonton, candle light dinner, dan seabrek romantika yang berdiri di atas pengkhianatan terhadap nikmat, rizki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita. Ya, cinta yang akan membuat iri seluruh penduduk langit.

Cinta aktivis dakwah, marilah kita jadikan sebagai proyek penjabaran kepada masyarakat sehingga mereka tidak hanya mampu melihat hasil akhir terbentuknya keluarga dakwah. Biarkan mereka memahami tentang perasaan seorang ikhwan terhadap akhwat, tentang perhatian seorang akhwat terhadap ikhwan, tentang cinta sepasang aktivis, tentang romantika pengusung dakwah, dan tentang landasan ke mana cinta itu seharusnya bermuara. Inilah agenda topik yang harus banyak dibuka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat luas berikut mekanisme yang menyertai sehingga mereka kian memahami deskripsi akan proses panjang yang melahirkan keluarga paripurna saat ini.

Dan Alunan Cinta pun Terjalin Indah

Setiap kita yang mengaku putra-putri Islam, setiap kita yang telah menjual diri sebagai kafilah dakwah, setiap kita yang berikrar Allaahu Ghayatunaa, maka jatuh cinta sudah selayaknya dipandang sebagai jalan jihad yang akan mengantarkan diri menuju cita-cita tertinggi. Perasaan yang demikian istimewa. Perasaan yang mampu menempatkan kita ke dalam suatu tahapan yang lebih maju.

Inilah epilog cinta yang akan mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapkan oleh Rasulullah. Dengan perasaan ini, kita dapat memperluas ruang dakwah. Melalui perasaan ini pulalah, kenaikan marhalah dakwah dan pembinaan akan tercapai.

Betapa Allah, Tuhan para pecinta, sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman yang terpilih. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong-menolong dalam kebaikan. Dengan cinta itu juga mereka menghiasi bumi dan kehidupan di atasnya. Dan dengannya, Allah berkahi nikmat itu dengan lahirnya anak-anak yang saleh dan salehah, yang akan memberatkan kalimat Allah di muka bumi. Inilah potret cinta yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Jadi, saya pun dapat berkata “Saya berani jatuh cinta. Terima kasih, Cinta…”

Wallaahu a’lam. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Amiin...^_^


taken from :

http://deraplangkahbirumultiply.com


0 komentar:

Posting Komentar