RSS

Selasa, 19 Januari 2010

Proyek Laboratorium Peradaban

Proyek Laboratorium Peradaban

'

'Dan mereka (hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih) berkata, ‘Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami istri dan keturunan yang menjadi penyejuk mata (penyenang hati) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa'.''

Layaknya proyek-proyek dakwah yang membutuhkan proposal detail untuk setiap konsep ilmiah, langkah serta implementasi teknisnya, begitu pula dengan proyek laboratorium peradaban. Sebagai unit sosial yang terkecil, keluarga merupakan proyek laboratorium peradaban. Keluarga menjadi ‘arena pertama uji-coba’ dari penelitian atas ‘tumbuh-kembang’ serta sempurnanya sebuah peradaban. Ia merupakan wadah pertama pembentukan sumber daya manusia dan darinyalah terlahir generasi penerus yang akan melanjutkan dakwah Islam. Keluarga pula yang selanjutnya menjadi penentu warna serta corak para anggotanya.

Sebagaimana diterangkan oleh Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya yang bertajuk “Ahdaf al-Usrah fil Islam”, keluarga merupakan batu pertama untuk membangun sebuah negara (Majalah Ummi No.10/XVI). Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, benar adanya jika dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa merupakan akumulasi dari prestasi individu-individu di dalamnya, termasuk di dalamnya adalah prestasi keluarga dalam mencetak generasi yang paripurna.

Dienul-Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan keluarga (rumah tangga). Betapa tidak, keluarga merupakan unit yang paling mendasar di antara unit-unit pembangunan alam semesta. Di antara fungsi terbesar dalam keluarga adalah tarbiyah (edukatif). Melalui keluargalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan bermula. Apabila terjadi kesalahan dalam pendidikan pada mulanya, maka peluang akan terjadinya berbagai penyimpangan pada anak-anak akan semakin tinggi. Maka, Islam pun menjadikan tarbiyah (edukatif) sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan. Merujuk pada pengertian tarbiyah dari seorang ulama asal Pakistan, Abul A’la al-Maududi, yang berarti mendidik dan memberikan perhatian, setidaknya terdapat empat unsur penting dalam pendidikan;

1. Menjaga dan memelihara fitrah objek didik (mad’u).

2. Mengembangkan bakat dan potensi objek sesuai dengan kekhasannya masing-masing.

3. Mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan.

4. Mengimplementasikan seluruh proses dan bakat tersebut secara bertahap.

Keempat unsur tersebut menunjukkan pentingnya peran pendidikan di dalam keluarga karena keluargalah yang akan membentuk karakter kepribadian anggotanya serta mewarnai corak masyarakatnya. Ya, proyek keluarga merupakan proyek laboratorium peradaban. Bagi kaum muslimah yang secara umum menjadi penanggungjawab utama atas proyek laboratorium peradaban ini, haruslah mempersiapkan kesungguhan, keseriusan, serta kepurnaan program pengembangan dakwah keluarga.

Di dalam buku “Tarbiyatul Awlad fil Islam” yang ditulis oleh Abdullah Nasih Ulwan, ada tujuh macam pendidikan integratif yang mesti diintegrasikan secara sistemik di dalam keluarga guna men-tarbiyah para anggotanya agar menjadi hamba Allah yang taat, yang mampu mengemban amanah dakwah ini; sebagai pemberat kalimah Allah di muka bumi. Ketujuh pendidikan integratif itu antara lain:

1. Pendidikan iman

Pendidikan iman merupakan pondasi yang teramat kokoh atas seluruh unsur pendidikan lainnya. Pendidikan aqidah menjadi dasar atas terbentuknya sumber daya manusia yang paripurna. Selanjutnya, pendidikan moral akan menjadi bingkai kehidupan manusia setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Di saat budaya masyarakat melahirkan degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui pendidikan keluarga menjadi kian signifikan manfaatnya.

2. Pendidikan psikis

Pendidikan psikis ditujukan untuk membentuk karakter positif atas kejiwaan setiap individu, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap penuh kasih, bertanggungjawab, optimistik, dan sebagainya. Karakter inilah yang selanjutnya akan menjadi daya dorong manusia untuk melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya.

3. Pendidikan fisik

Pendidikan fisik penting peranannya untuk mendukung kinerja setiap individu dalam keluarga dalam upaya menciptakan masyarakat yang madani. Melalui pendidikan fisik, tumbuh-kembang seorang anak di dalam keluarga akan senantiasa terpantau. Dari sinilah gaya hidup sehat dapat dibangun dalam keluarga, mulai dari mengkonsumsi makanan yang halal, baik, dan bergizi, serta olahraga yang teratur. Proses ini sangat penting untuk menyiapkan kekuatan fisik agar si anak dapat tumbuh dengan sehat dan kuat.

4. Pendidikan intelektual

Pendidikan intelektual haruslah dipersiapkan sedini mungkin, dimulai sejak sang ibu mengandung si jabang bayi. Betapa tidak, karena peradaban masa depan umat akan sangat bergantung pada kapasitas intelektual generasi mudannya. Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai karena mereka akan bersaing dalam era globalisasi.

5. Pendidikan sosial

Pendidikan sosial dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kepribadian dan kepekaan sosial anggota keluarga agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi serta kompeten dalam menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam upaya ini, menumbuhkan keterikatan hati anak-anak terhadap masjid merupakan salah satu aspek yang perlu ditanamkan sejak dini karena masjid-lah yang menjadi salah satu pilar dari sebuah jamaah. Pendidikan sosial ini selanjutnya akan menjadi salah satu proses antisipasi atas mewabahnya virus individualistik yang telah merasuki sebagian besar masyarakat.

6. Pendidikan seksual

Pendidikan seksual sangat diperlukan guna membangun kesadaran anggota keluarga terhadap peran serta tanggungjawab masing-masing berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Di samping pengajaran tentang kesadaran peran tersebut, juga perlu ditekankan tentang pengetahuan, sikap dan perilaku dalam permasalahan yang menyangkut kesehatan reproduksi, baik kepada anak laki-laki maupun anak perempuan.

7. Pendidikan politik

Pendidikan politik penting adanya untuk membangun kesadaran serta kemampuan anggota keluarga dalam menyikapi berbagai persoalan politik yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat sehingga diharapkan akan terlahir individu-individu yang siap diterjunkan sebagai pemimpin-pemimpin baru bagi masyarakat.

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan seorang muslimah sebagai sekolah pertama dalam upayanya menyusun proyek laboratorium peradaban di dalam keluarga antara lain:

· Alokasikan waktu bersama suami untuk membangun rencana strategis keluarga, yang dibagi ke dalam tujuh proyek dakwah keluarga untuk jangka waktu lima tahun ke depan.

· Buatlah turunan dari rencana tersebut untuk program setiap tahunnya. Jangan lupa untuk menunjuk penanggungjawab atas setiap program yang dicanangkan. Sosialisasikan dan libatkan pula stakeholder atau pihak-pihak yang terkait, seperti khadimat (pembantu rumah tangga), maupun keluarga yang mungkin tinggal serumah agar di kemudian hari tidak terjadi tumpang tindih pola asuh serta terwujudnya kesamaan visi dan misi di antara anggota keluarga.

· Selanjutnya, lakukan evaluasi serta masukan bagi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.

Wallaahu a’lam bishshawaab.


Rabbi, kunni mar’atan salihatan, wa zawjatan muthi’atan, wa ummal madrasati. Aamiin... ^_^


Cinta

Cinta


by: Lilih Muflihah


Cinta
Lupakah kau pada benci?
Ingatkah kau pada rindu?
Sukakah kau pada kasih?

Cinta
Mungkin tenggelam bersama mentari
Hilang bersama embun pagi
Di balik awan bersembunyi bersama pelangi
Berlalu sejenak kemudian kembali

Cinta
Apalah daya saat rasa pekat sangat
Kelu tak terucap
Sulit tersingkap
Erat mengikat hati yang penuh harap

Cinta
Gelap kan terang
Andai jujur datang
Sunyi kan hilang
Andai ramai menggempar

Cinta
Benci kan datang
Saat ikatan tak bijak
Rindu kan bergelora
Saat kata tak sembunyi
Kasih kan mendekap
Saat nyala rasa terjaga

Maka, Ajarilah Aku Mencintai Kata

Maka, Ajarilah Aku Mencintai Kata

“… dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.”

(QS. Al Baqarah: 42)

Kata, tak ayal lagi bila kita menyebutnya sebagai awal dari pergerakan manusia. Melalui katalah manusia dapat melakukan komunikasi, mengetahui pikiran satu sama lain, menyingkap makna-makna yang bertebaran di alam jagad raya, serta aktivitas komunikasi lainnya.

Kata merupakan bayi yang terlahir dari rahim gagasan. Ia menjadi duta pemikiran manusia sebagai perwujudan dari eksekusi gugusan ide yang berotasi di dalam kepala mereka. Akan tetapi, pada gilirannya kata hanya akan menjadi budak dari kepentingan manusia yang sangat beragam. Tubrukan kepentingan inilah yang menyebabkan kata hanya beterbangan sebagai alat komunikasi yang begitu nisbi. Kecuali wahyu yang menjadi “tuhan” dari kata adalah absolut kebenaran serta pesannya, kata hanya mampu tunduk pada tuan yang mengendalikan rotasi peradaban ini. Sangat relatif.

Peran kata sebagai budak inilah yang lantas menyadarkan para tuan peradaban untuk memanfaatkannya secara liar. Kata tak lagi memiliki hak untuk menyerukan makna yang dikandungnya secara fundamental. Lihatlah bagaimana “teroris” melekat kuat pada kelompok HAMAS yang berjuang memerdekakan bangsanya sendiri. Begitu pula “bom Islam” mulai terdengar seiring dengan akselerasi yang dilakukan umat Islam di Pakistan melalui terobosan nuklirnya. Tak pernah sebelumnya kita mendengar sebutan “bom Yahudi” bagi Israel, maupun “bom Hindu” bagi India. Begitu pula masyhurnya sebutan “cicak” dan “buaya” yang mewakili KPK dan Polri.

Ah, tampaknya kata mulai kabur maknanya. Ia hanya akan disetir oleh penguasa yang tengah bertahta dalam singgasananya. Margin furqan pun telah lenyap diikuti antilogika para pembaca kata yang tidak cerdas dalam mengunyah kata-kata itu sendiri. Kata, pada akhirnya ia begitu kalah pada rekayasa sistemik yang kian berjarak dari al-haq.

Maka, ajarilah aku mencintai kata agar dapat mengeksekusi gagasan sesuai haknya. Menghadapi secara frontal kata-kata Barat yang begitu menyudutkan Islam. Mengkanter informasi ambigu yang dapat membingungkan umat. Menjadi titik tengah penyadaran dari perang ideologi dan arus liberalisasi yang begitu gencar menyembur. Maka, ajarilah aku mencintai kata…



Taken from : http://deraplangkahbiri.multiply.com